Tangerang Selatan, Kabarkansaja.id – Bagi masyarakat Tangerang Selatan (Tangsel), khususnya warga PDIP pasti mengenal sosok Heri Gagarin. Pria yang sejak 1992 menjadi kader PDI Perjuangan ini pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kota Tangerang Selatan untuk masa jabatan 2017 – 2019.

Sosok yang sudah dua kali menjadi Bakal Calon Walikota Tangsel ini berhasil mendongkrak suara partai berlambang banteng moncong putih, dengan raihan suara terbanyak sepanjang sejarah PDIP di Kota Tangerang Selatan. Saat dia menjabat, suara PDIP di Tangsel meraih lebih dari 117 ribu suara. Sayangnya, selepas dia menjabat, suara PDIP turun yang otomatis jumlah kursi ikut turun, kini hanya tujuh kursi di DPRD Tangsel.
Penunjukan langsung Heri Gagarin oleh Ketua Umum yang juga Presiden ke-5 RI Dr (HC) Hj Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua DPC PDIP Tangsel beberapa tahun silam sangatlah tepat. Naluri politik dan keibuan seorang Megawati sudah teruji, dan Tangsel sukses meraih suara tertinggi sepanjang sejarah.
Uniknya, dalam pengakuan Heri Gagarin di sebuah media sosial, dia saat detik-detik pengangkatan dirinya sebagai Ketua DPC disyaratkan “mandi kembang” dulu oleh Sekjen Hasto Kristiyanto. Dan itu dilakukan pada malam Jumat sebelum jam 12 malam. “Sebagai turunan muslim kejawen yang menjunjung tinggi adat budaya, saya laksanakan ritual itu setelah Sekjen menyarankan ke saya,” aku Heri Gagarin dalam tulisannya. Penunjukan ini sangatlah spesial, dan jarang terjadi seorang Ketua Umum partai menggunakan “hak prerogatif”nya menunjuk langsung seorang Ketua DPC. Dan itu dialami oleh Heri Gagarin.
Harapan baru kembali muncul ketika Heri Gagarin menyatakan kesiapannya untuk kembali memimpin PDIP Tangsel. Harapan itu timbul dari suara-suara akar rumput yang “kangen” dengan sentuhan seorang Heri Gagarin.
“Kami berharap Bung Heri Gagarin kembali memimpin Tangsel. Beliau sosok yang paling tepat, mau turun ke bawah meski pada saat dulu menjabat mendapat hantaman di mana-mana. Ironi sekali, kantor DPC sampai pindah empat kali. Tapi alhamdulillah, suara PDIP naik,” kata Rovi salah seorang kader di Serpong Utara.
“Kami ingin, suara partai kembali seperti dulu, seperti saat waktu beliau menjadi pimpinan kami, semoga saja Ibu Ketua Umum merestui,”ujarnya.
Pantauan dari berbagai sumber, baik dari Instagram maupun media sosial lainnya, Heri Gagarin boleh dibilang tokoh senior, dia seorang kader sejak 32 tahun yang lalu.

Jelang reformasi, dirinya aktif dalam pergerakan dan di media, bahkan sering mengabadikan moment perjuangan seorang Megawati Soekarnoputri, yang puncaknya saat peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli) dan Kongres PDIP di Bali, yang saat itu ikut merekam moment lautan kader Banteng di Lapangan Kapten Japa, Denpasar, Bali yang menginginkan saat kali pertama Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum PDIP (saat itu masih bernama PDI, Red.).

Saat Ketua Umum Megawati Soekarnoputri berulang tahun, Gagarin sempat menghadiahi foto Mega-Taufiq hasil jepretannya, dan sempat ditulisnya dalam buku “Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat”.

Heri Gagarin, yang merupakan lulusan S3 dari Universitas Trisakti Jakarta ini tetap tidak meninggalkan aktivitasnya di media, karena menurutnya, media dan politik berjalan beriringan untuk membela kepentingan rakyat.

Terakhir yang bersangkutan menjabat Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Provinsi Banten dan anggota Dewan Pakar Merdeka Institute.
Pengamat Politik Selamat Ginting mengatakan, PDIP harus terus konsisten sebagai partai yang mengedepankan kepentingan wong cilik. “Sebagai partai besar, PDIP membutuhkan sosok pemimpin idealis yang mau turun, melakukan pergerakan ke bawah (bersama rakyat) bukan pemimpin yang elitis, yang melulu melakukan pergerakan ke atas,” ujarnya saat dihubungi Kabarkansaja. “Sosok Heri Gagarin dinilai tepat, apalagi dengan rekam jejaknya selama yang bersangkutan memimpin partai, mampu mendongkrak suara tertinggi di daerahnya karena kedekatannya dengan grassroot,” tambah Dosen Universitas Nasional ini.
Budayawan Uten Sutendy menambahkan, PDIP sudah dikenal sebagai partai yang tidak hanya terkonsentrasi pada persoalan politik, melainkan juga masalah budaya. “Tangerang Selatan memiliki ragam budaya unik yang butuh sentuhan para pimpinan politik,” ujarnya. (K1/*)